Botol susu bisa jadi piranti terpenting bagi bayi saat ibundanya tak
bisa memberi ASI secara langsung, misalnya saat ibu bekerja atau bila
bayi terpaksa minum susu formula. Hampir semua botol susu menggunakan
polikarbonat yang ternyata ditengarai mengandung zat berbahaya.
Zat itu bernama BPA
Polycarbonate adalah bahan plastik yang sering dipakai untuk peralatan
makan dan minum bayi, terutama botol susu. Policarbonate mengandung
suatu zat disebut bisphenol A (BPA) yang ternyata –lewat serangkaian
penelitian hewan- memiliki sifat akumulatif dan racun terhadap tubuh.
Sebenarnya BPA bukanlah barang baru. Tahun 1936, BPA sudah ditemukan
oleh peneliti inggris namun belumlah “popular” karena masih jarang
ditemukan di benda-benda plastik dan belum banyak dipakai untuk wadah
makanan. Baru tahun 1993, Aruna V. Khrisnan dan David Feldman dari
Stanford University school of medicine secara tak sengaja menemukan hal
aneh. Piranti laboratorium yang mereka gunakan saat meneliti sel ragi
mengeluarkan zat seperti estrogen setiap kali disterilkan. Ujungnya,
barulah diketahui, piranti itu terbuat dari polikarbonat dan zat yang
dikeluarkannya adalah BPA.
Kejadian tak disengaja itu mungkin suatu awal, karena saat ini banyak
wadah makanan mengandung polikarbonat, yang artinya, BPA telah menjadi
problema tersendiri. Botol susu, misalnya, ketika baru dipakai, sudah
bisa mengeluarkan BPA saat dipanaskan dengan air 900C meski jumlahnya
masih sangat kecil. Apalagi, botol susu yang sudah banyak tergores, bisa
mengeluarkan BPA hingga 10-28 kali lipatnya. Makin dingin air yang
dicampurkan, makin kecil kandungan BPA yang dikeluarkan.
Efek BPA
Profesor Fred Vom Saal, seorang peneliti senior di Missouri-Columbia
University menemukan zat kimia ini –meski pada dosis kecil- berkaitan
dengan berbagai gangguan seperti Attention Deficit Hyperactivity
Disorder, gangguan sperma, hingga penyakit parkinson. Menurut beliau,
bila dikonsumsi saat periode tumbuh kembang, zat ini dapat mempengaruhi
produksi dopamin otak secara permanen yang bila kekurangan atau
berlebihan dapat menyebabkan penyakit. Selain itu, zat ini juga
mengganggu perkembangan saluran kemih dan tiroid. Ini juga didukung
dengan penelitian di jepang, negara dengan produksi BPA tinggi. Bahkan,
BPA sudah dapat diserap lewat plasenta sehingga telah menimbulkan efek
saat di kandungan.
Semua efek BPA salah satunya disebabkan BPA mengganggu proses yang
berkaitan dengan hormon, khususnya hormon estrogen. “Efek ini bahkan
sudah terlihat pada dosis yang rendah, untuk amannya, batas aman
haruslah 1000 kali lebih rendah dari dosis yang bisa menimbulkan efek
samping” jelas Profesor Freed Vom Saal. US environmental protection
agency menetapkan batas aman BPA adalah 0.05 mg/kgbb/hari.
Mengganti dengan zat lebih aman
Meskipun penelitian kebanyakan masih dilakukan pada hewan, beberapa
badan dunia seperti WWF mengkampanyekan bahaya zat ini bila dikonsumsi
berlebihan pada manusia. Untungnya teknologi telah memungkinkan mencari
alternatif plastik yang bebas BPA, apalagi untuk wadah makanan yang tiap
hari akan digunakan seperti botol susu. Salah satu zat yang digunakan
adalah PES (polyether Sulfone), sejenis polimer yang transparan, tahan
terhadap pemanasan, dan juga tak mengandung BPA. Botol PES saat inni
bahkan telah menjadi standar baru di Eropa, USA, Jepang, Korea, dan
Taiwan.
Referensi
1. Mair L. The hidden danger in your baby’s bottle. Evening Standard, 25 Januari 2005
2. Yyapp R. Claim on baby bottle danger is dismissed by british experts. Daily mail, 26 Januari 2005
3. Sakaue M, Ohsako S, Ishimura R, Kurosawa S, Kurohmari M, Hatashi Y,
et al. Bisphenol-A affects spermatogenesis in the adult rat even at a
low dose. J Occup Health 2001; 43:185.p185-90
4. Raloff J. What’s coming up of baby bottles. www.sciencenews.org
5. Polyether sulfone (PES) for baby feeding bottles. www.etpolymers.com
sumber : http://al-atsariyyah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar