Titrasi merupakan
penambahan pereaksi dari buret sekaligus mengukur volume larutan yang keluar
dari buret. Titrasi asam basa merupakan cara penerapan kadar suatu zat (asam
atau basa) berdasarkan reaksi asam basa. Bila sebagai titran digunakan larutan
baku asam maka titrasi tersebut dinamakan asidimetri, dan sebaliknya bila
larutan basa yang digunakan sebagai titran maka titrasi ini dinamakn titrasi
alkalimetri.
Larutan
baku atau disebut juga larutan standar yang digunakan dalam titrasi harus
bereaksi secara kuantitatif dengan cara zat yang akan dititrasi. Larutan
standar sendiri terdiri dari dua macam yaitu larutan standar primer dan juga
larutan standar sekunder.
Larutan standar primer merupakan larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya sehingga tidak perlu distandarisasi lagi. Contoh dari
larutan standar primer yaitu HCl, NaCl, H2C2O4, AgNO3,
K2Cr2O7, dan masih banyak lagi. Sedangkan
larutan standar sekunder merupakan larutan yang belum diketahui konsentrasinya
sehingga perlu untuk dilakukan standarisasi terhadapnya terlebih dahulu. Contoh
larutan standar sekunder adalah NaOH, KOH, KMnO4, Na2S2O3,
dan masih banyak lagi.
Perubahan
pada titik ekivalen dalam titrasi netralisasi dapat ditandai dengan adanya
perubahan warna, perubahan warna ini terjadi karena adanya indikator yang
digunakan yang dalam titrasi. Indikator yang digunakan alam titrasi netralisasi
haruslah sesuai dengan range pH pada titik ekivalen agar perubahan dapat jelas
teramati.
Suatu reaksi kimia
yang terjadi dalam titrasi netralisasi haruslah memenuhi beberapa syarat
berikut :
- Reaksi harus berlangsung cepat sehingga titrasi dapat dilakukan
dalam jangka waktu yang tidak begitu
lama.
- Reaksi haruslah sederhana dan diketahui dengan pasti sehingga
diperoleh kesetaraan yang pasti dari reaktan.
- Reaksi harus berlangsung sempurna. Teori asam – basa sering
disebut dengan asidimetri – alkalimetri. Titrasi yang melibatkan asam dan basa
mempunyai pengaruh yang penting atas proses metabolism dalam sel hidup.
Teori Arrhenius (1884)
Walaupun
zat – zat dengan sifat asam dan basa telah dikenal selama ratusan tahun,
perlakuan kesetiaan asam – basa kuantitatif baru dapat dilakukan setelah 1887,
sejak Arrhenius mempresentasikan teorinya
tentang penguraian elektrik. Dalam larutan berair, menurut Arrhenius asam
akan terurai menjadi ion – ion hidrogen dana dan anion, dan basa sendiri akan terurai menjadi
ion – ion hidroksida dan kation.
Asam dalam larutan air
à
Ion hidrogen ( H+ )
Teori Bronsted – Lowry
(1923)
Tahun
1923, Johanes Bronsted dan Thomas Lowry mengemukakan bahwa reaksi asam dan basa
dapat dipandang sebagai reaksi transfer proton, dan asam basa dapat
didefinisikan dalam bentuk transfer proton.
Dalam
pengertian Bronsted, asam merupakan segala zat yang menerima proton. Ion
hidroksida, pastinya adalah suatu akseptor proton dan karena itu merupakan basa Bronsted, tetapi ion ini
tidak unik, ion tersebut adalah salah satu dari banyak spesies yang dapat
menunjukkan perilaku dasar.
Asam
= donor proton
Basa = aseptor proton
(Sukarti, Tati. 2002.
Hlmn : 29 – 30)
Kesetimbangan
asam basa maerupakan suatu topik yang sangat penting dalam kimia dan bidang –
bidang lain yang sangat penting yang menggunakan kimia, seperti biologi,
kedokteran, farmasi, dan pertanian. Titrasi yang melibatkan asam dan juga basa
digunakan secara luas dalam pengendalian analitik banyak produk komersial, dan
penguraian asam dan basa mempunyai pengaruh yang penting atas proses
metabolisme dalam sel hidup. Kesetimbangan asam basa yang dibahas dalam hal
ini, menawarkan mahasiswa yang tidak berpengalaman suatu kesempatan untuk
memperluas pemahaman mereka mnengenai kesetimbanagan kimia dan memperoleh
keyakinan dalam menerapkan emahaman ini pad berbagai macam masalah.
(Underwood, A.L. 2002. Hlmn :126)
Indikator Asam Basa
Indikator asam basa adalah asam lemah atau
basa lemah (senyawa organik) yang dalam larutannya warna molekul-molekulnya
berbeda dengan warna ion-ionnya. Zat indikator dapat berupa asam atau basa yang
larut, stabil, dan menunjukkan perubahan warna yang kuat. Indikator asam-basa
terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH.
Indikator untuk asam dan basa
Nama
|
Trayek pH
|
Warna asam
|
Warna basa
|
Kuning metil
|
2 – 3
|
Merah
|
Kuning
|
Dinitrofenol
|
2,4 - 4,0
|
Tak berwarna
|
Kuning
|
Jingga metil
|
3 – 4,5
|
Merah
|
Kuning
|
Merah metil
|
4,4 – 6,6
|
Merah
|
Kuning
|
Lakmus
|
6 -8
|
Merah
|
Biru
|
Fenophtalein
|
8 – 10
|
Tak berwarna
|
Merah
|
Timolftalein
|
10 -12
|
Kuning
|
Ungu
|
Trinitrobenzena
|
12 -13
|
Tak berwarna
|
jingga
|
Asam secara paling sederhana didefinisikan
sebagian zat, yang bila dilarutkan dalam air, akan mengalami disosiasi dengan
pembentukkan ion positif. Beberapa asam dan hasil disosiasinya adalah sebagai berikut :
HCl à H+ +
Cl-
Asam klorida Ion
klorida
HNO3 à H+ + NO3-
Asam nitrat Ion nitrat
Asam
asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang
dikenal sebagai pemeberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka memiliki
rumus kimia yaitu CH3COOH, asam asetat murni (asam asetat glacial)
adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Larutan
CH3COOH dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi
menurut reaksi:
CH3COOH à
H+ + CH3COO-
Asam
asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat
digunakan dalam produksi polimer seperti polietilenaterftalat, selulosa asetat,
dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri
makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam
asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun,
kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton/tahun. 1,5 juta
ton/tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri
petrokimia maupun dari sumber hayati. Penentuan kadar cuka pada makanan dapat ditentukan dengan menggunakan
metode titrasi netralisasi dengan menggunakan indicator fenolftalein (PP). Zat
yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titran” dan biasanya
diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui
konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan didalam “buret”.
Baik
titer maupun titran biasanya berupa larutan. Titrasi asam basa merupakan
analisis kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau basa. Zat
yang akan ditentukan molaritasnya dititrasi oleh larutan yang molaritasnya
diketahui (larutan baku atau larutan standar) dengan tepat dan disertai
penambahan indikator. Fungsi indikator di sini untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan
berubah warnanya pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa merupakan metode
penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa atau penentuan
molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik akhir titrasi
atau “titik ekuivalen” (pada saat indikator berubah warna) diharapkan mendekati
titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi
dengan larutan basa.
Pemilihan
indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi. Jika indikator yang digunakan berubah
warna pada saat titik ekivalen, maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi,
jika perubahan warna indikator terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit
berlebih, maka titik akhir titrasi
berbeda dengan titik ekivalen. Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein (PP) karena
memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah muda dari yang
tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).
Pada saat titik ekivalen proses
titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk
mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrasi, volume dan konsentrasi titer
maka dapat menghitung kadar titrasi.
(Rizki.2012.
Penentuan Asam Cuka)
sangat membantu... terima kasih
BalasHapus