Februari 13, 2013

PENENTUAN ENERGI PENGAKTIFAN REAKSI IONIK



Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari tentang kecepatan reaksi – reaksi kimia dan mekanisme reaksi – reaksi tersebut.
Termodinamika kimia mempelajari hubungan tenaga antara pereaksi dan hasil – hasil reaksi, tidak mempelajari bagaimana reaksi – reaksi tersebut berlangsung dan dengan kecepatan berapa kesetimbangan untuk reaksi kimia ini dicapai. Hal terakhir ini dipelajari dalam kinetika kimia, hingga kinetika kimia merupakan pelengkap bagi termodinamika kimia.
Tidak semua reaksi kimia dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi – reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi – reaksi ionik atau pembakaran dan reaksi – reaksi yang sangat lambat seperti pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Di antara kedua jenis ini, banyak reaksi – reaksi yang kecepatannya dapat diukur. Kecepatan reaksi tergantung dari : jenis zat pereaksi, temperatur reaksi dan konsentrasi zat pereaksi.

Kenaikan  temperatur 10oC  rata – rata mempercepat reaksi 2 atau 3 kali lebih besar, hingga reaksi yang berjalan lambat pada temperatur kamar dapat berjalan cepat pada temperatur tinggi. Sebaliknya reaksi yang pada suhu kamar berjalan cepat, dapat “dibekukan” pada temperatur rendah. Konsentrasi pereaksi besar pengaruhnya pada kecepatan reaksi. Reaksi berjalan cepat pada awal reaksi, akan semakin lambat setelah waktu tertentu dan akan berhenti pada waktu yang tidak terhingga. Kecepatan reaksi biasanya dipelajari pada temeperatur tetap, dengan menggunakan thermostat. Untuk mengetahui koefisien temperatur terhadap kecepatan reaksi, dapat diadakan percobaan pada berbagai temperatur (Sukardjo, 2004).
Teori yang menjelaskan reaksi kimia berdasarkan pada tumbukan molekul tidak cukup kuat sampai dekade awal abad kedua puluh. Teori kinetik molekul yang pertama dikembangkan. Tercatat adanya distribusi energi kinetik dan laju molekul – molekul senyawa gas. Jumlah tumbukan antara molekul – molekul persatuan waktu dapat diturunkan dari teori kinetika molekul. Jumlah tersebut disebut frekuensi tumbukan.
Hanya sebagian tumbukan saja yang menghasilkan reaksi. Hal ini didasarkan pada dua faktor : (1) Hanya molekul – molekul yang lebih energetik dalam campuran reaksi yang akan menghasilkan reaksi sebagai hasil tumbukan. (2) Kemungkinan (probabilitas) suatu tumbukan tertentu untuk menghasilkan reaksi kimia tergantung dari orientasi molekul yang bertumbukan.
Energi yang harus dimiliki oleh molekul untuk dapat bereaksi disebut energi aktivasi. Dengan teori kinetik molekul dapat ditentukan berapa fraksi dari seluruh molekul yang ada yang memiliki energi melebihi nilai tertentu. Pikirkanlah bahwa laju reaksi kimia tergantung pada hasilkali frekuensi tumbukan dengan fraksi dari molekul yang memiliki energi sama atau melebihi energi aktivasi. Karena fraksi dari molekul teraktifkan ini biasanya sangat kecil, laju reaksi jauh lebih kecil dari pada frekuensi tumbukannya sendiri. Tambahan lagi, semakin tinggi nilai energi aktivasi, semakin kecil fraksi molekul yang teraktifkan dan semakin lambat reaksi berlangsung.
Untuk membayangkan reaksi

A2(g)  +  B2(g)  → 2 AB(g)

Menurut pengertian teori tumbukan, anggaplaah bahwa selama tumbukan antara molekul A2 dan B2, ikatan – ikatan A – A dan B – B putus dan ikatan A – B terbentuk. Hasilnya adalah perubahan pereaksi – preaksi A2 dan B2 menjadi hasil reaksi AB. Molekul – molekul harus mempunyai orientasi tertentu bila tumbukan akan efektif untuk menghasilkan reaksi kimia.
Bila dinyatakan frekuensi tumbukan sebagai Z, fraksi molekul teraktifkan sebagai f, dan faktor probabilitas sebagai p, laju reaksi kimia memiliki rumusan
Frekuensi tumbukan berbanding lurus dengan konsentrasi molekul – molekul yang terlibat dalam tumbukan (katakanlah A dan B). Dengan demikian, Z dapat diganti dengan [A]  x  [B], dan rumusan laju reaksi yang lebih dikenal ini dapat dituliskan
Teori tumbukan tampaknya membawa kita ke arah persamaan laju reaksi kimia yang umum, tetapi ada beberapa kekurangan pada hasil yang telah dikemukakan. Persamaan di atas menunjukkan sebuah reaksi dengan orde total dua, tetpi telah diketahui bahwa orde – orde reaksi lain mungkin ada.
            Satu alternatif penting tentang teori tumbukan telah dikembangkan oleh ahli kimia Amerika, Henry Eyring (1901 – 81), dan yang lainnya. Toeri ini dipusatkan pada spesies antara (intermediate species) yang disebut kompleks teraktifkan, yang terbentuk selama tumbukan energetik. Spesies ini ada dalam waktu yang sangat singkat, dan kemudian terurai, dapat kembali menjadi pereaksi – pereaksi awal (dalam hal ini tidak ada reaksi) atau menjadi molekul hasil reaksi.
            Pada kompleks teraktifkan terdapat ikatan lama yang meregang mendekati putus, dan ikatan baru hanya terbentuk sebagian. Hanya bila molekul – molekul yang bertumbukan mempunyai jumlah energi kinetik yang besar untuk disimpan dalam spesies tergangkan tersebut maka kompleks teraktifkan akan terbentuk. Energi yang dibutuhkan tersebut dinamakan energi aktivasi.
            Secara praktik telah diketahui bahwa reaksi – reaksi kimia cenderung berlangsung lebih cepat pada suhu yang tinggi. Kita mempercepat reaksi biokimia tertentu dengan meningkatkan suhu, misalnya pada pemasakan makanan. Di lain pihak kita memperlambat beberapa reaksi dengan menurunkan suhu, seperti halnya pendinginan atau pembekuan makanan untuk mencegah pembusukan. Sekarang kita mempunyai penjelasan mengenai pengaruh suhu terhadap laju reaksi : Peningkatan suhu meningkatkan fraksi molekul yang memiliki energi melebihi energi aktivasi (Ralph. H. Petrucci, 1985).
            Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahan konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Faktor – faktor lain yang juga berpengaruh terhadap laju reaksi termasuk di dalam tetapan laju, di mana sebenarnya tetap bila hanya konsentrasi dari reaktan yang dirubah. Ketika suhu dirubah atau katalis digunakan, barulah tetapan laju akan berubah.
Perubahan ini digambarkan secara matematis oleh persamaan Arrhenius :
Persamaan Arrhenius dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh dari perubahan suhu pada tetapan reaksi dan tentunya laju reaksi. Jika misalkan tetapan laju berlipat ganda, maka juga laju reaksi akan berlipat ganda. Faktor frekuensi, A, dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil.
Kita dapat melihat bahwa fraksi molekul – molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu sebesar 10oC. Hal ini membuat laju reaksi hampir menjadi berlipat ganda (Jim Clark : 2004).
Suatu reaksi dapat dipercepat dengan meningkatkan fraksi molekul yang memiliki energi melebihi energi aktivasi. Peningkatan suhu adalah salah satu cara untuk meningkatkan fraksi tersebut. Cara lain yang tidak memerlukan peningkatan suhu ialah mendapatkan jalan reaksi dengan energi aktivasi yang lebih rendah.
Fungsi katalis dalam suatu reaksi kimia adalah menyajikan alternatif tersebut. Dalam reaksi kimia, katalis sendiri tidak mengalami perubahan yang permanen. Berhasil atau gagalnya suatu proses komersial untuk menghasilkan suatu senyawa sering bergantung pada penggunaanyang cocok. Selang suhu dan tekanan yang dapat digunakan dalam proses industri tidak mungkin berlangsung dalam reaksi biokimia. Tersedianya katalis yang cocok untuk reaksi – reaksi ini mutlak bagi makhluk hidup (Ralph. H. Petrucci, 1985).



0 komentar:

.:: Search

.:: Jurnal

Science Direct

.:: LibGen

http://libgen.org/scimag/

.:: Facebook

.:: Koleksi e-Book

.:: Followers

.:: Traffic

Diberdayakan oleh Blogger.